Can’t I Love You? (1st)

Author: ashillach

Main Cast: Kim So Eun, Kim Bum

Cast:  Moon Chae Won, Kim Jaejoong (JYJ), Park Min Young

Genre: romantic, tragedy, drama

Type: 2/3 shoot

 

Disclaimer: Semua cerita, karakter, setting, alur, dll adalah milik dari masing-masing author. Author sama sekali tidak terkait dengan pemilik, pencipta, atau produsen dari setiap media apapun. Tidak ada pelanggaran hak cipta dimaksudkan. Untuk tokoh Kim Bum, Kim So Eun, dan artis lainnya, bukan milik author, tapi milik orang tua, keluarga, dan agensi mereka. Author memakai mereka hanya untuk keperluan cerita.

 

Cerita yang ditulis hanyalah fiktif belaka. Apabila ada kesamaan merupakan hal yang tidak disengaja.

 

Annyeong!! ^^

Awalnya ini pengen author buat jadi OS aja, tapi ternyata jadinya jauh lebih panjang dari dugaan author, haha. Kalau yang part 1 ini gak terlalu panjang, mungkin cuman author buat 2 shoot. Tapi kalau yg ini lumayan panjang, berarti bisa aja sampe 3 part.

Ide awalnya sendiri author gk tahu darimana -_-‘’ author cuman mengeluarkan emosi yang terpendam. Kalau banyak yang bilang ini gaje dan aneh, ya mungkin gak bakal author lanjutin, haha. Ya udah, langsung aja:

Enjoy it, chingu! ^^

 

***********

 

Gelap. Hujan. Apa langit juga menangisiku sekarang? Menangisi keadaanku? Mungkin iya.

 

Aku mengangkat kepalaku perlahan, sangat sulit. Aku sudah tidak bisa melakukannya lagi. Tapi, dari sudut mataku yang sudah hampir tertutup, aku masih bisa melihat bahwa sekelilingku penuh dengan cairan merah yang berasal dari tubuhku dan tubuh laki-laki yang berada di sampingku.

 

Aku memandang tubuh tak berdaya di sampingku itu, berusaha sekuat mungkin untuk mengangkat tanganku untuk memegang wajahnya, wajah orang yang kucintai. Wajah yang telah dingin dan pucat pasi. Tapi entah kenapa, di mataku wajah itu masih tetap tampan. Ketika tanganku berhasil menyentuhnya, air mataku menetes secara perlahan diikuti tangisan langit yang semakin deras, menghanyutkan cairan merah itu, membasahi tubuhku yang membuat rasa sakitku terasa semakin dalam.

 

Aku kembali menatap langit, membiarkan air matanya menyerangku dan menarik nyawaku perlahan-lahan keluar dari tubuhku. Mataku hampir tertutup, tapi ingatanku masih bisa menata memori yang lalu, membiarkan diriku sekali lagi mengenangnya, sebelum kesadaranku benar-benar habis. Kubiarkan ingatanku membawaku ke saat itu. saat di mana sang waktu memberikan waktu terbaik dalam hidupku. Waktu ketika aku baru menemuinya, dan hal apa yang membuatku bisa bertemu dengannya saat itu….

 

*********

 

 

“Chae Won-ah, ottoke? Aih, bagaimana ini? Kenapa mapku bisa hilang?” kataku panik dan kembali mengaduk-ngaduk isi tasku, berusaha menemukan benda yang sejak tadi kucari.

 

Moon Chae Won, sahabatku itu, ikut menatapku dengan tatapan yang tidak pasti. “Aku juga tidak tahu Sso-ah. Habis tadi malam, waktu kita diserang pencopet di warung itu, aku refleks langsung mengambil tasmu dan menjadikannya senjata untuk menghajar mereka. Aku lupa, apa waktu itu ada benda yang jatuh atau tidak. aku benar-benar menyesal” ujar Chae Won penuh rasa penyesalan.

 

Emosiku langsung lenyap seketika, aku tidak tega melihat wajahnya. Hah… aku harus ikhlas. Padahal di situ ada benda penting yang jadi satu-satunya harapanku. Benda penting yang mungkin bisa mengubah hidupku kalau aku sudah menyelsaikannya. Tapi ya sudahlah “Ya sudah. Gwenchana, isinya juga sebetulnya tidak terlalu penting” kataku berbohong.

 

Chae Won menatapku dengan tatapan tidak yakin “Jinja?” tanyanya memastikan. Aku mengangguk berusaha meyakinkannya, dia pun mengangguk pelan dan kemudian berkata “Baiklah. Tapi sekali lagi, aku benar-benar menyesal” katanya. Aku kembali tersenyum dan dia pun tersenyum.

 

Aku benar-benar tidak tega untuk memarahi Chae Won, dialah satu-satunya sahabatku selama ini. Tidak ada satupun temanku, yang sudah mengetahui latar belakangku, mau terus berteman denganku. Itu hal yang wajar, mereka pasti akan ketakutan jika berteman denganku.

 

Setiap kali kami jalan, kemanapun itu, pasti akan selalu diikuti 4 orang pria berbadan besar berjas dan berkacamata hitam yang tampak seperti bodyguard –yang memang benar, mereka memang bodyguardku- mengikuti kami, membuat tatapan semua orang tertuju padaku dan teman-temanku. Bukannya aku tidak merasa malu, aku bahkan membenci hal itu. belum lagi kenyataan bahwa sewaktu-waktu, bisa saja ada orang jahat yang mau mengincarku, dan terpaksa kami harus melihat penjaga-penjagaku itu bertindak kejam pada orang-orang jahat itu. itu bukanlah hal yang baru untukku sebenarnya, tapi untuk mereka? Jelas saja mereka shock, dan itu membuat mereka menjaga jarak dariku dan akhirnya, memusuhiku.

 

Dan ketika semua itu terjadi, hanya Chae Won-lah yang tetap berdiri di sisiku, memberiku semangat dan tidak malu untuk mempunyai teman sepertiku. Hal yang selalu membuatku menahan emosiku sekalipun terkadang tindakannya sangat ceroboh dan menyebalkan.

 

Ketika sampai di luar kampus, Chae Won berpamitan denganku “So Eun-ah, aku duluan ya? setelah ini aku ada jadwal mengajar kursus privat” ujarnya

“Lagi?” tanyaku.

 

Chae Won mengangguk “Hm. Biaya pengobatan ibuku semakin besar, aku harus mau tak mau mengambil pekerjaan guru les privat lagi kalau aku masih tetap ingin kuliah di sini” dia menatap gedung universitas di belakang kami dengan tatapan sedih “Aku harus berjuang lebih keras lagi” lanjutnya sedikit menggumam, tapi aku masih bisa mendengar dengan jelas gumamannya itu.

 

Aku menatapnya prihatin. Keluarga Chae Won satu-satunya tinggal ibunya yang sakit-sakitan. Chae Won bukanlah anak yang berasal dari keluarga mampu. Ayahnya sudah lama meninggal dan selama ini dialah yang menjadi tulang punggung keluarganya. Beruntunglah di tahun pertama dan kedua kemarin dia mendapatkan beasiswa, tapi tahun ini beasiswa itu ditiadakan, membuatnya harus bekerja lebih ekstra keras lagi. hal itu menjadi poin tambahan sendiri untukku, poin yang membuatku makin menyukai kenyataan bahwa perempuan sepintar, sebaik dan secantik Chae Won mau menjadi sahabatku.

 

Aku menepuk bahunya pelan “Fighting, Moon Chae Won! Kau pasti bsia melakukannya!” ujarku memberinya semangat. Awan gelap yang sejak tadi menutupi wajahnya sirna seketika dan dia langsung tersenyum “Tentu saja! Aku ini Moon Chae Won, akulah yang paling tahu kalau aku bisa melakukannya. Kau tidak usah cemas, So Eun-ah. Kalau aku dapat gaji pertama dan sudah membayar biaya kuliah serta obat-obatan Eomma, aku pasti akan mentraktirmu Jajangmyun paling enak diKorea” ujarnya semangat.

 

Aku tersenyum dan mencibir “Apa kepalamu isinya hanya Jajangmyun saja? Geure, arasso! Aku akan menunggunya” kataku. Chae Won tertawa dan dia melihat jam tangannya lalu langsung terkesiap tiba-tiba

 

Miyanhe, So Eun-ah. Aku hampir terlambat. Aku duluan ya! annyeong!!!” ujarnya dan melambaikan tangan padaku sambil berlari-lari kecil menjauhiku.

 

“Chae Won-ah!!!! Jangan sampai lupa bawa buku catatan bahan mengajarmu!!!!” ujarku setengah berteriak. Chae Won yang sudah cukup jauh dariku langsung membalikkan badannya sambil tertawa “Ne… arasso!! Aku tidak akan lupa!!!” balasnya.

Aku ikut tertawa dan mengepalkan tanganku “Moon Chae Won, Aja-aja!!!!” ujarku menyemangatinya. Dia mengangguk pasti dan ikut mengepalkan tangan juga “Hm!!! Kim So Eun, Hwaiting!!!!” ujarnya sebelum benar-benar membalikan tubuhnya dan berlari menuju belokan lalu menghilang dari pandanganku.

 

Aku pun membalikan badanku ke arah yang berlawanan, berjalan menuju tempat parkir kampusku. Aku melewati papan pengumuman dan melihat banyak anak mengerumuninya.  Apa ada pengumuman baru di situ?

 

Aku ikut melangkah ke situ, dan tiba-tiba ada seorang laki-laki yang sedang berjalan dengan terburu-buru menabrakku. Alhasil, kami berdua terjatuh….

 

“Aw!” ringisku pelan. Laki-laki itu menabrakku cukup keras, jadi sakitnya juga…. Yah lumayanlah.

 

Laki-laki itu langsung bangkit dan membantuku membereskan buku-bukuku yang terjatuh tadi. Setelah itu dia membantuku berdiri dengan mengulurkan tangannya, tapi kutepis secara halus “Ah, gwenchana” sergahku dan bangkit berdiri sendiri.

 

Aku memperhatikan laki-laki itu dari bawah ke atas-atas ke bawah. Dari penampilannya, sepertinya dia seangkatan denganku. Dan aku tidak tahu kenapa, kesan pertama yang kudapatkan ketika melihat wajahnya adalah, dia pasti pendiam dan cukup populer di kalangannya.

 

Aku masih sibuk memperhatikannya dan menilainya sampai-sampai tidak menyadari kalau dia menyodorkan buku yang dipegangnya itu padaku sambil memanggilku berulang kali “Ya! kau kenapa?” tanyanya sambil mengibas-ngibaskan tangannya, berusaha menyadarkanku dari lamunanku.

 

Aku langsung tereksiap dan cepat-cepat mengambil bukuku yang dipegangnya “Ah, gomapseumnida” kataku cepat.

 

Dia tidak mengatakan apa-apa dan langsung berbalik pergi. Sepertinya dugaanku benar, kalau dia cukup populer. Hal itu terbukti, ketika dia berjalan melewati banyak anak-anak lainnya, sebagian dari perempuannya tertawa dan menutup mulutnya, seperti menahan jeritan. Aku tidak benar-benar peduli saat itu, jadi aku hanya membiarkannya saja.

 

******

 

 

Saat-saat pulang ke rumah adalah waktu yang paling aku benci. Aku benci segala hal tentang rumah itu. sekalipun rumah itu besar dan dihuni banyak orang, bahkan bisa dibilang kalau rumah itu tidak akan pernah sepi. Jelas saja, hampir setiap hari orang-orang dari berbagai Negara datang membawa barang illegal yang akan ditransaksikan.

 

Kalau masih belum jelas dengan maksudku dari tadi, kukatakan secara jelas alasan kenapa hidupku begitu mengerikan dan sulit untuk mendapatkan ketenangan dan kedamaian. Aku adalah anak seorang mafia besar yang sudah cukup terkenal di kalangannya. Bisnis kotor itu sudah biasa dilakukan oleh ayahku. Bukan hanya bisnis kotor, pembunuhan pun sering dilakukannya jika pengiriman illegal itu hampir ketahuan.

 

Itulah alasan kenapa aku selalu diikuti 4 penjaga ke manapun aku pergi. Hampir sebagian besar orang jahat diAsiatimur mengetahui siapa ayahku, dan beberapan di antara mereka ada juga yang ingin menggunakanku sebagai pemerasan terhadap ayah. Untuk menghindari hal itu, ayah menempatkan 4 pengawal yang akan selalu mengawasi dan menjagaku.

 

Yang lebih mengerikannya lagi, kakakku juga sepertinya akan mulai mewarisi perusahaan mafia ayahku ini. Semenjak kematian Eomma, kakakku itu seperti selalu mengawasiku dan over protektif. Bahkan jadi terkesan seperti dia ingin mengurungku terus di rumah, yang jelas, bukan hal menyenangkan untukku.

 

Berjalan memasuki rumah, beberapa di antara pelayan yang tinggal di rumah itu menunduk hormat ketika aku lewat. Hal lain yang kubenci adalah, kenyataan bahwa aku dihormati sebagai anak mafia besar oleh semua orang di rumah itu. masih lebih baik kalau sebutannya anak presiden, anak pengusaha sukses atau apa pun. Ini? Anak mafia besar. Yang ada justru itu adalah hal yang memalukan.

 

Di rumahku selalu berkumpul berbagai macam jenis orang dari berbagai Negara, jadi tidak heran aku bisa mengerti cukup banyak bahasa. Dan terkadang, di antara mereka ada juga yang berusaha menggodaku menggunakan bahasa negeri mereka. Sayangnya, tidak berpengaruh sama sekali karena aku mengerti apa yang mereka katakan. Dasar om-om genit.

 

Sampai di depan kamarku, para bodyguard itu bubar dan menunggu di suatu ruangan yang dibuatkan ayah untuk mereka. Itu hal yang paling baik yang pernah kuterima dari mereka, aku ditinggalkan sendiri. Akan sangat baik kalau mereka melakukan hal itu setiap hari, jadi aku tak perlu repot-repot menahan rasa malu kalau sedang jalan dengan temanku.

 

Masuk ke kamarku, aku langsung merebahkan diri ke atas kasur empukku. Satu-satunya tempat yang kusukai di rumah ini hanyalah kamarku. Karena kalau aku berada di kamar, orang-orang asing itu tidak bisa masuk ke sini untuk menggodaku, dan bodyguardku juga tidak boleh masuk ke sini. Hanya Appa, Oppa dan beberapa Ahjumma yang sudah mengurusku dari kecillah yang boleh masuk ke sini. Kamarku juga cukup luas dan ada tv sendiri, bisa dibilang kamarku ini seperti apartemen kecil. Dan itu sangat cukup untukku sehingga aku tidak harus sering-sering keluar masuk kamar untuk bertemu berbagai macam orang.

 

Pintu kamarku terbuka tiba-tiba, membuatku langsung terbangun.

“Baru pulang ya?” tanya Jaejoong Oppa.

 

Aku mengangguk “Hm, ada apa Oppa?” tanyaku langsung. Aku hanya punya satu kakak laki-laki dan itu adalah Jaejoong Oppa, calon pewaris perusahaan mafia terkutuk ini. Sifatku hampir sebagian besar berasal dari Eomma, sedangkan Oppaku sangat mirip dengan Appa. Sampai-sampai kupikir, mungkin Appa-ku ketika masih muda itu seperti Oppa. Dia tidak akan masuk ke kamarku kalau bukan untuk hal penting yang ingin ditanyakannya. Kecuali kalau aku pulang terlambat, dia pasti akan langsung datang ke kamarku dan menginterogasiku.

 

Dia berjalan memasuki kamarku dan berdiri di dekat jendela besar yang ada di kamarku sambil melipat tangannya dengan raut wajah serius. Aku langsung bangkit berdiri. Aku tidak benar-benar secara pasti bisa menebak apa yang ingin dikatakannya, tapi sepertinya dia mengetahui sesuatu yang berada dalam mapku yang hilang itu. Karena aku tidak pernah bisa menyembunyikan satu rahasia apapun darinya, dia pasti akan langsung mengetahuinya.

 

Aku berdiri dengan gelisah, beberapa kali menggoyang-goyangkan kakiku dan lain-lain. “Sepertinya rencanamu untuk kabur gagal lagi ya?” ujarnya pelan. Jackpot! Aku tepat sasaran, seperti dugaanku, dia sudah menebak isi map itu.

 

Aku menggigit bibirku sendiri, bingung harus berkata apa “Lagipula percuma, So Eun. Kalau kau mau kabur dengan cara itu, kau saksi dari kasus apa memangnya? Kau sudah menjadi saksi dari banyak kasus pembunuhan dan kau saksi dari setiap transaksi illegal yang dilakukan di rumah ini” Jaejoong Oppa membalikan badannya dan menatapku dengan tajam, membuatku takut dan menunduk ke bawah “Kalau sampai kau menulis salah satu kasus pembunuhan yang kau lihat, aku bisa saja memutar balikannya dan membuatmu jadi tersangkanya, bukan saksinya” lanjutnya

 

Sekali lagi aku menggigit bibirku sendiri, kali ini dengan kesal “Oppa! Kenapa kau tidak mau membiarkanku hidup tenang sedikitpun?!” bentakku sambil berjalan mendekatinya

 

“Darahmu tidak bisa membohonginya So Eun. Darah kita” kata Jaejoong Oppa santai.

Entah sudah keberapa juta kalinya kalimat itu selalu diucapkannya ketika kami berdebat seperti ini. Kalimat yang sangat kubenci, bahwa darah seorang mafia itu mengalir dalam tubuhku “Oppa kejam!” teriakku sambil memukul-mukulnya.

 

“Harus berapa kali aku menyadarkannya padamu So Eun? Kita tidak bisa membohongi darah kita, sekeras apapun kau mencobanya” ujar Jaejoong Oppa

“Oppa kej…” aku baru mau melanjutkan kata-kataku, tapi aku menyadari sesuatu dari kalimatnya barusan “Yang kemarin…. Pencopet itu… suruhan Oppa?” tanyaku terputus-putus.

 

Dia membenarkan bajunya yang kusut karena kupukul dan kutarik-tarik tadi “Sejak awal aku hanya bermaksud mengambil map itu, tapi untunglah temanmu menggunakan tasmu untuk melawan dan menghilangkannya, setidaknya itu benar-benar menggagalkan rencanamu” jawabnya.

 

Air mataku langsung jatuh. Aku hampir tidak percaya dengan hal yang dikatakannya. Apa dia benar-benar kakakku? Apa aku benar-benar adiknya? Bagaimana bisa dia sekejam ini hanya untuk menegaskan bahwa aku tidak bisa menghindari darah terkutuk dalam diriku ini? Aku terisak dan menarik kerah bajunya kuat-kuat “Oppa!!!!!! Kau kejam!!!” teriakku diiringi isakan sekuat mungkin

 

“Berhentilah melakukannya So Eun. Ini juga untukmu sendiri” ujarnya pelan.

“Untukku sendiri? Ini hanya untuk reputasi Appa! Kenapa Oppa tidak membiarkanku saja?!” tuntutku lagi.

 

aku tidak tahu apa ekspresinya, tapi mungkin dia jadi agak sedikit melunak dan memelukku lalu mengusap pelan kepalaku “Miyanhe, So Eun. Akan jauh lebih baik kalau Oppa yang melakukannya, sebelum Appa yang mengetahuinya” bisiknya pelan. Aku terus saja terisak dalam pelukannya.

 

Malam harinya, aku masih terduduk lemas di pinggir jendelaku. Aku berdiri dan membuka jendelaku, membiarkan angin malam masuk ke dalam kamar dan merasakannya ketika dia meniupkan sebagian rambutku yang tidak kuikat.

Kutatap telapak tanganku sendiri. Inikah tangan anak seorang mafia? Aku mengambil sesuatu dari sudut kamarku, pisau dapur yang sengaja kuletakan di situ kalau-kalau ada orang asing yang masuk ke kamarku dan ingin melakukan hal jahat padaku, intinya pisau itu kugunakan untuk melindungi diri.

 

Kutatap pisau itu dengan tatapan kosong dan sedetik kemudian, aku sudah menusukan pisau itu ke telapak tangan kiriku dan menariknya seketika. Entah kenapa, rasanya tusukan ini sudah terlalu hambar untukku. Aku sudah biasa melakukannya. Aku menusukannya lagi berkali-kali, membuat darah berceceran di lantai kamarku. Apa ini darah seorang anak mafia?

 

Setelah itu barulah aku sadar. Apa yang sudah kulakukan? Untuk yang kesekian kalinya aku hampir mencelakai diriku sendiri. Kujatuhkan pisau itu dan aku pun ikut jatuh terduduk, menatap ngeri tangan kiriku yang sudah berlumuran darah. Andaikan darah yang mengalir ini bisa kuganti dengan darah orang biasa, bukan darah anak mafia, mungkinkah hidupku akan tenang? Pertanyaan bodoh, sudah jelas hal itu tidak mungkin.

Aku tersenyum menatap tanganku sendiri “Kim So Eun babo” gumamku diiringi tumpahnya air mata yang ikut mengalir bersamaan dengan tetesan darah yang keluar dari tanganku.

 

*******

 

 

“Sso-ah, kau agak pucat hari ini” kata Chae Won ketika kami berada di kantin.

“Eh?” kataku pelan. Aku tidak terlalu memperhatikan diriku sendiri di cermin tadi pagi. Tapi kalau dipikir-pikir mungkin benar, karena hari ini tidak tahu kenapa aku merasa cukup lemas.

Chae Won menatapku penuh dengan tatapan cemas “Kau sakit?” tanyanya.

 

Aku menggeleng “Anieyo. Nan gwenchana” kataku menenangkannya. Ketika aku akan mengambil garpu memakai tangan kiriku, sontak telapak tanganku langsung terasa nyeri. Kuperhatikan telapak tangan kiriku yang diperban itu. apa mungkin aku jadi lemas karena darah yang keluar tadi malam cukup banyak? Aku meringis pelan.

 

Chae Won langsung mengambil tangan kiriku dan menatapnya dengan terkejut dan panik “Astaga, So Eun. Jangan-jangan kau…” dia menatapku dengan terkejut. Chae Won sudah tahu tentang kebiasaanku yang sering tanpa sadar menusuk tanganku sendiri itu. Aku terseyum kecut menanggapinya “Kurang lebih begitulah” jawabku singkat dan menarik tanganku darinya. Aku kembali melanjutkan makanku, berpura-pura tidak peduli dengan rasa nyeri di tanganku itu.

Chae Won hanya diam memperhatikanku. Dia tidak mengatakan apa-apa lagi dan kembali melanjutkan makannya.

 

“Itu ya yang namanya Kim So Eun?” bisik seorang mahasiswi kepada temannya yang kebetulan berjalan melewati mejaku dan Chae Won. Aku langsung menoleh ke arah anak itu dan anak itu langsung mengalihkan pandangannya dariku, berpura-pura tidak pernah menyebutkan namaku tadi. Kuperhatikan sekeliling, sepertinya ada beberapa mahasiswi yang memperhatikanku.Adaapa memangnya? Karena tidak peduli, aku kembali melanjutkan makanku.

 

“Hm? Itu anak fakultas kedokteran ya?” gumam Chae Won, sepertinya dia juga mendengar kalimat anak yang lewat di dekat meja kami tadi. “Eh?” kataku.

 

Chae Won langsung menepuk kepalanya dengan pelan seperti mengingat sesuatu dan menggoyang-goyangkan badanku “Oh, iya. So Eun-ah, kau sedang bermasalah dengan anak fakultas kedokteran yang namanya Kim Bum ya?” tanyanya.

 

Aku menatapnya dengan heran “Hah? Kim Bum? Siapa itu? aku tidak mengenal satu pun anak fakultas kedokteran kok” bantahku.

 

Chae Won tampak berpikir “Oh ya? tadi ada anak fakultas kedokteran yang menghampiriku dan dia bertanya, apa Kim So Eun itu anak yang sering bersamaku? Kujawab iya, dia temanku. Terus anak itu bilang, Kim Bum mencarimu” lanjut Chae Won

 

Aku berusaha mengingat, hm… Kim Bum? Aish, terlalu banyak orang bermarga Kim dalam hidupku, aku juga tidak hafal Kim apa saja. Dan seingat kemampuan otakku menampung memori orang yang bermarga Kim, setahuku tidak ada satupun Kim yang kukenal bernama Kim Bum anak fakultas kedokteran. Aku jurusan bahasa dan fakultas bahasa dan kedokteran itu beda gedung, jelas saja aku tidak mengenal satu pun anak dari fakultas itu. ditambah lagi dengan sifatku yang cukup penyendiri, satu-satunya temanku hanyalah Chae Won, mana aku tahu tentang orang yang bernama Kim Bum.

 

“Aku saja tidak tahu yang mana yang namanya Kim Bum” bantahku sekali lagi

Chae Won mengangguk-ngangguk “Begitu ya? aku juga tidak tahu sih yang mana Kim Bum itu, tapi katanya dia cukup populer juga karena tampan. Anaknya juga pintar” lanjut Chae Won.

Aku mengangkat bahuku tidak peduli “Terserahlah” kataku akhirnya.

 

Setelah kami selesai makan di kantin, aku dan Chae Won berniat pergi ke perpustakaan yang ada di gedung tengah atau gedung kedua. Kampusku terdiri dari 3 gedung, fakultas bahasa tempatku ada di gedung ketiga, jadi kami berjalan keluar gedung ketiga untuk ke gedung kedua.

 

Ketika aku dan Chae Won sedang asik berjalan menuju gedung kedua, tiba-tiba aku merasa ada sesuatu yang mengenai kepalaku dari belakang. Aku melihat benda apa yang mengenai kepalaku itu dan memungutnya. Itu adalah kertas yang diremas dan digumpal menjadi seperti bola.

 

“Siapa yang melempar itu Sso-ah?” tanya Chae Won padaku.

Aku mengangkat bahu dan memperhatikan sekeliling, siapa sih yang melemparku?

“Ya! Kim So Eun!” teriak seseorang.

 

Kepalaku berputar-putar mencari asal sumber suara itu, Chae Won juga ikut mencarinya. Tiba-tiba dia menepuk-nepuk bahuku “Ya, ya. So Eun-ah! Di atas!” kata Chae Won menunjuk ke beranda lantai 2 gedung ketiga.

 

Aku melihat ke situ, tatapanku bertemu dengan tatapan seorang pria yang sepertinya orang yang memanggilku dan juga orang yang melemparkan kertas ini padaku tadi.

“Kau Kim So Eunkan?” tanya orang itu.

 

Aku tidak mengenalnya, tapi entah kenapa, aku merasa pernah melihatnya baru-baru ini, di mana ya? sambil berusaha mengingat-ngingat aku menjawab pertanyaan orang itu dengan anggukan kecil.

 

“kutunggu di depan gedung” suruh orang itu singkat dan langsung berbalik pergi. Siapa dia? Seenaknya saja main suruh-suruh orang.

 

“Ya, So Eun-ah! Kau mengenalnya? Tampan sekali… kenapa kau tidak memberi tahuku kau punya kenalan setampan itu?” kata Chae Won padaku.

 

Aku langsung menjitaknya pelan “Ya! aku tidak mengenal laki-laki itu sama sekali.” Kataku.

 

Chae Won meringis “Eh?! Kalau begitu darimana dia tahu namamu?” tanyanya heran

Aku mengangkat bahuku “Mana aku tahu” jawabku.

 

Chae Won melihat jam tangannya dan sekali lagi raut wajahnya berubah panik “Aish, gawat, sudah waktunya. So Eun, sepertinya aku tidak jadi menemanimu ke perpus. Sehabis ini aku ada jam kerja di café. Aku duluan ya” pamitnya.

 

Aku mengangguk dan melambaikan tanganku “Oh, iya. Dadah!!!” Chae Won membalas lambaian tanganku juga sambil berjalan meninggalkanku.

 

Aku berjalan ke depan gedung. Aku masih penasaran, siapa laki-laki itu? hari sudah cukup sore sekarang. Kampus mulai sedikit sepi, tidak seramai tadi pagi. Jadi aku langsung bisa tahu yang mana orang yang memanggilku tadi.

 

Ketika aku berjalan mendekatinya, barulah aku ingat kenapa wajahnya tampak tak asing. Baru kemarin orang itu menabrakku sampai terjatuh. Apa dia yang namanya Kim Bum?

 

“Mencariku?” tanyaku ketika sudah berada di depannya. Dia menoleh menatapku dan langsung memperhatikanku dari atas ke bawah-bawah ke atas dengan tatapan menyelidik, membuatku sedikit risih diperhatikan seperti itu oleh orang lain.

 

“Yang kemarin ya?” gumamnya. Dia menyodorkan sesuatu padaku “ini milikmukan?” katanya sambil menyodorkan sebuah map kuning yang diujungnya ada nama bertuliskan ‘Kim So Eun,FakultasBahasaByoungMoonUniversity’. Mataku langsung terbelalak. Ini mapku yang kemarin hilang, map yang ada kertas penting itu!

 

Aku langsung mengambilnya “Darimana kau menemukannya?” tanyaku.

 

Dia memperhatikanku dengan tatapan yang aneh “Kau perempuan yang bermasalah ya?” tanyanya tanpa menggubris pertanyaanku tadi.

“Eh?” gumamku heran.

 

Dia menunjuk map yang kupegang itu “Di dalam situ ada formulir program Perlindungan Saksi FBIkan? Apa kau pernah terlibat dengan suatu kasus pembunuhan?” tanyanya lagi.

Mataku makin terbelalak lebar “Kau membacanya?” tanyaku kaget.

 

Dia memalingkan wajahnya dengan tampang seolah-olah ini adalah hal yang merepotkan, bukan dengan ekspresi yang merasa bersalah karena sudah lancang memeriksa barang orang “Yah… waktu aku tahu ini milik orang yang berada di kampus yang sama denganku, aku ingin menyerahkannya saja langsung ke bagian informasi. Tapi kupikir mungkin saja ini berisi catatan-catatan yang tidak penting dan kau sengaja membuangnya. Atau, ini berisi hal-hal penting yang memang tidak sengaja kau hilangkan. Aku hanya ingin memastikannya, karena itulah aku memeriksanya. Ternyata itu jauh lebih penting dari catatan mata kuliah” lanjutnya lagi.

 

Aku mendengus. Aku tidak tahu apa aku harus berterima kasih atas kebaikannya atau memarahinya atas kelancangannya “Sebelumnya, terima kasih untuk menemukan ini dan mengembalikannya padaku. Tapi, apa kau tidak punya sopan santun sedikit pun? Maksudku…”

 

Belum selesai aku bicara, dia langsung memotongnya “Sebelumnya, aku akan mengatakannya langsung kepadamu secara jelas. Kau bukan tipeku” potongnya.

Aku mengernyitkan dahi “Mwo?!” maksudnya apa?

 

“Aku tidak suka dengan perempuan yang bermasalah dan aku tidak mau terlibat kisah cinta yang rumit dengan orang-orang seperti itu. jadi sebelum kau terlanjur menyukaiku dan mengungkapkannya padaku, kutegaskan dari awal kepadamu untuk tidak berharap sepersen pun. Jadi buang jauh-jauh harapanmu untuk mendekatiku dan menyeretku ke dalam kehidupan rumitmu” lanjutnya lagi.

 

Aku makin heran, apa-apaan sebetulnya maksud pria ini? “Ya, ya! aku tidak mengerti sedikit pun apa maksudmu. Tolong jelaskan apa maksudmu mengatakan hal ini padaku…”

 

Sekali lagi, dia memotongnya “Karena aku yakin, mungkin setelah ini kita akan sering bertemu. Dan menurutku, itu pertemuan yang disengaja, bukan tidak disengaja. Aku berharap hal itu tidak terjadi” katanya terakhir kalinya sebelum meninggalkanku sendirian di situ masih menatapnya dengan heran. Apa maksud perkataan pria itu sebenarnya?

 

**********

 

“Huaaaahhmmm!!!” aku menguap sambil menutup mulutku. Untung saja perpustakaan sudah tidak ada orang lagi. aku sedikit bebas untuk bersuara dan yang lainnya.

Aku tidak tahu kenapa, jam baru menunjukan jam 8 malam, tapi aku sudah mengantuk dan merasa lelah. Aku sedang mencatat beberapa hal penting dari buku ke catatanku. Dibandingkan mengerjakan ini di rumah, lebih baik megerjakannya di sini. Setidaknya aku bisa mencari alasan kenapa aku pulang telat dan tidak harus berlama-lama di rumah terkutuk itu.

 

Tangan kiriku terasa semakin sakit. Sejak tadi aku sudah berusaha menahannya. Tapi sepertinya ini tidak bisa bertahan lebih lama lagi, waktu kuintip sedikit tadi, luka yang belum sepenuhnya tertutup itu mulai sedikit terbuka lagi.

 

Kulihat buku-buku yang menumpuk di depanku itu. bahan yang harus kucatat masih ada 5 buku lagi. Lebih baik yang ini kuselsaikan di rumah saja. Daripada lukanya makin terbuka. Aku mengembalikan buku-buku yang sudah selesai kucatat itu ke tempatnya dan membawa 5 buku itu untuk kupinjam.

 

Setelah meminjam kelima buku itu, aku membawanya keluar dan mulai berjalan dengan lesu. Rasanya letih sekali. Mungkin ini pengaruh dari lukaku juga karena darah yang keluar cukup banyak. Mungkin karena itu juga aku jadi cepat lelah meskipun baru jam 8 malam. Padahalkanstandarku biasanya, aku bisa bertahan semalaman tanpa tidur sedikit pun, jadi jelas saja menurutku ini aneh.

 

Aku berjalan sambil tertunduk-tunduk, antara tidur dengan tidak. aku bisa saja berjalan sambil tidur, tapi aku yakin kalau aku melakukannya, aku tidak akan pernah sampai ke tempat mobilku diparkir.

 

Karena jalan sambil tertunduk-tunduk, aku tidak melihat ke jalan di depanku lagi. ketika hampir sampai di tangga, aku menabrak seseorang hingga membuatku dan orang itu terjatuh, yang juga menjatuhkan buku-bukuku. Sialnya, salah satu buku yang kubawa itu ada yang cukup tebal. Dan buku tebal itu, menindih tangan kiriku dengan sentakan keras. Cukup untuk membuatku tersadar dari rasa kantukku dan membuatku berujar “Aw!”

Si orang yang kutabrak itu ternyata –sialnya- si pria aneh yang mengembalikan mapku tadi.

 

Dia mendengus “Huh. Baru saja kubilang tadi kalau kita akan sering bertemu, sepertinya sengaja ya?” ujarnya.

 

Aku menggigit bibirku dengan kesal “Ya! aku tidak mengerti apa maksud perkataanmu dari tadi. Aku tidak sengaja, bodoh! Kau tidak bisa lihat ya, ada orang yang sedang berjalan di depanmu?” bentakku tak kalah sengit. Aku mengambil buku tebal yang menindih tangan kiriku itu dengan hati-hati. ketika kulihat, perbanku mulai berubah warna menjadi merah segar, menandakan darahnya keluar lagi yang artinya lukanya kembali terbuka. Aish, sial benar aku!

 

Kuambil satu persatu bukuku, orang aneh itu juga membantuku mengambilkan 2 bukuku yang lain. Aku berdiri dan dia juga berdiri “Kalau begitu, seharusnya kau juga begitukan?  Kalau jalan lihat ke depan, apa ada orang atau tidak di depanmu, tolol!” balasnya juga dan menaruh 2 buku itu di atas 3 buku yang sedang kupegang dan kutahan dengan tangan kiriku.

 

Awalnya aku ingin balas membentaknya, tapi karena ulahnya, 2 buku tambahan itu memberikan tekanan tambahan yang juga memberikan rasa nyeri ekstra, membuatku makin meringis kesakitan dan refleks menjatuhkan kembali kelima buku itu.

“Auh! Aduh” gerutuku. Kutahan tangan kiriku sendiri dengan tangan kananku. Sepertinya darahnya keluar makin banyak.

 

Orang aneh itu menarik pergelangan tangan kiriku dan memperhatikannya “Tolol! Kalau ikatannya seperti ini, sampai kau mati juga lukanya tidak akan tertutup. Kau mengobatinya sendiri?” tanyanya sambil memperhatikan tanganku. Aku tidak punya kekuatan untuk membantahnya dan hanya mengangguk, mengiyakan kata-katanya.

 

Dia memungut buku-bukuku dan mengangkatnya, lalu langsung menarik pergelangan tanganku mengikutinya. “Ya, mau ke mana?” tanyaku lemas.

 

“Tentu saja mengobati lukamu” jawabnya tanpa menatapku. aku langsung berhenti dan berusaha menarik tanganku dari tangannya “Gwenchana, aku bisa melakukannya sendiri nanti di rumah” kataku lemas.

 

Dia membalikan badannya dan menatapku dengan kesal “Kalau kau biarkan luka ini terus terbuka, kau akan kehabisan darah, dan mungkin saja waktu kau sampai di rumahmu, keadaannya sudah gawat. Lihat saja sekarang mukamu sudah pu…”

 

Belum selesai dia mengatakannya, aku sudah jatuh terduduk, tidak kuat lagi berdiri. Badanku makin terasa lemas.

 

Dia ikut berjongkok di depanku “Belum selesai aku mengatakannya. Mukamu pucat sekali. Ayo, bangun!” suruhnya dan menarik tanganku untuk berdiri.

Aku menggeleng lemas “Aku tidak kuat” kataku.

 

Dia mendumel tidak jelas lalu kembali berjongkok “Aish, merepotkan sekali. Cepat naik!” suruhnya. Otakku bereaksi makin lambat, perlu beberapa detik bagiku utntuk menyadari apa maksudnya “Eh?” kataku. Dengan tidak sabar, dia menarikku dan menggendongku ke suatu ruang kesehatan –sepertinya- atau mungkin salah satu kelas fakultas kedokteran karena di situ banyak peralatan yang biasanya dipakai dokter.

 

Dengan cepat dia membuka perbanku, membersihkannya dan lain-lain, sampai akhirnya dia memakaikanku perban yang baru.

 

“Selesai” katanya akhirnya. Aku menatap tanganku lalu kemudian menatapnya “Gomaseumnida” ujarku.

 

Dia hanya mengangguk tidak peduli “Sudah sewajarnya, aku anak fakultas kedokteran, jadi tidak masalah. lagipula ini salahku yang menabrakmu di tangga tadi” lanjutnya yang terdengar seperti tidak ikhlas mengatakan hal barusan

 

Aku menatapnya tidak yakin “Kau ya, yang namanya Kim Bum?” tanyaku. Dia mengangguk, dan aku kembali terdiam. “Akan lebih baik kalau kau pergi ke dokter dan meminta resep obat. Lukanya cukup dalam dan lumayan besar, sepertinya bukan hanya sekali tusukan ya?” lanjutnya lagi, aku diam dan tidak menjawabnya.

 

“Apa…ini ada hubungannya dengan isi mapmu itu? alasan kenapa kau bisa mendapatkan luka seserius ini?” tanyanya lagi.

aku mendengus “Apa hal ini benar-benar menarik, untuk orang sepertimu mengetahuinya?” sindirku.

 

Dia mengangkat bahu tidak peduli “Bukan begitu, hanya aneh saja, di zaman seperti sekarang ini masih ada orang yang sampai ingin mengubah dirinya sendiri menjadi orang lain. Menurutku itu kurang masuk akal dan hal yang jarang ditemui, apalagi perempuan. Bukannya kebanyakan perempuan hanya akan stress dan bunuh diri? Itu akan lebih mudahkan?” ujarnya.

 

Aku langsung berdiri dan mengambil tas serta bukuku “Kalau tidak mengerti masalahnya, ada baiknya kalau kau tidak mengatakan apapun sedikit pun.” Kataku tajam “Terima kasih untuk pengobatannya” aku langsung melangkah keluar dengan kesal dan meninggalkan laki-laki bernama Kim Bum itu sendirian.

 

*********

 

Tadi malam tepat seperti dugaanku, ketika sampai di rumah dan masuk ke kamarku, Oppa langsung masuk ke kamar dan menginterogasiku. Untungnya, sepertinya dia tidak terlalu menyadari luka di tangan kiriku ini.

 

Hari ini, Chae Won tidak masuk. Sepertinya dia kelelahan dan memutuskan untuk tidak kuliah pagi ini, supaya siangnya dia punya tenaga untuk bekerja. Katanya sih begitu, tapi semoga saja dia tidak sampai sakit. Aku berencana pergi ke dokter hari ini, seperti yang disarankan seseorang kemarin. Sepertinya tidak ada salahnya juga mengambil resep obat.

 

Aku berencana untuk pergi ke dokter agak sore nanti, jadi sambil menunggu, aku memilih untuk membaca sendirian di perpus.  Buku-buku yang kupinjam kemarin belum kukembalikan karena aku belum mencatat apapun sama sekali. Aku takut lukanya bisa-bisa terbuka lagi, tapi sebetulnya hal itu agak sedikit tidak mungkin. Ikatan orang itu sangat baik dan rapi, sepertinya agak mustahil kalau luka ini akan terbuka lagi.

 

Aku mengambil tempat di ujung, dekat jendela. Aku begitu konsen membaca sampai-sampai tidak menyadari kalau ada orang yang duduk berhadapan denganku saat itu.

Tangan kiriku ditarik tiba-tiba, membuatku tersadar dari bacaanku “Sepertinya lukanya sudah benar-benar menutup ya?” ujar orang itu. aku mengangkat kepalaku untuk memastikan siapa itu, dan ternyata memang benar, orang itu lagi.

 

“Kau…” aku membelalakan mataku, lalu mendesah pelan “Kim Bum-ssi, apa yang sedang kau lakukan di sini sekarang?” ujarku agak sedikit kesal

 

“Apa perpustakaan ini milikmu? Bukan hal yang aneh kalau semua anak bisa berada di sini” kata Kim Bum.

 

Aku tersenyum tipis “Huh, kau bilang aku bukan tipemu. Jadi untuk apa kau datang ke sini? Mau memakai lukaku ini sebagai alasan supaya kau bisa menemuiku? Cih” aku memajukan posisi dudukku, merendahkan suaraku sepelan mungkin agar tidak terdengar oleh orang lain “Sebelum kau terlanjur berharap, kukatakan padamu kalau kau juga bukan tipeku, jadi buang jauh-jauh harapanmu sebelum kau terlanjur sakit hati” lanjutku dan kembali duduk di posisi semula.

 

Dia mengernyitkan alisnya “Aku sengaja menemuimu?” ujarnya sambil menunjuk dirinya sendiri, kemudian dia mendengus “Kau-salah-sangka” lanjutnya.

 

Aku ikut mengernyitkan alisku “Jadi mau apa kau datang ke sini? Dan sengaja duduk di depanku?” tanyaku.

Dia menyodorkan map kuningku yang entah bagaimana, bisa berada di tangannya lagi “Kau sengaja meninggalkannya? Supaya kau bisa mencari-cari alasan untuk menemuiku?” ujarnya sinis. Aku menggigit bibirku sendiri dan mengambilnya dengan kasar “Gomawo” kataku singkat.

 

Dia melipat tangannya di atas meja “Kau lupa ya dengan apa yang kukatakan kemarin? Kau bukan tipeku, sebaiknya kau yang tidak berharap macam-macam. Ditambah  lagi masalahmu, sebelum kau lebih agresif dan berusaha mendekatiku dengan segala cara –seperti hari ini- aku akan lebih menegaskannya lagi padamu kalau kau bukan tipeku” ujarnya.

 

Aku mendengus “Ya! apa menurutmu semua perempuan yang baru menemuimu –termasuk aku- bisa langsung menyukaimu begitu saja?” tanyaku.

Dia mengangguk tidak peduli “Kenyataannya memang begitu”

 

Aku menghembuskan nafas dengan keras. ‘Sabar Kim So Eun, sabar’ kataku dalam hati “Sepertinya kau bukan orang yang baik hati ya, kepada semua perempuan itu. apa setiap kau menemui wanita, hal pertama yang kau katakan adalah ‘Kau bukan tipeku’? supaya mereka langsung menjauh?” tanyaku lagi

Dia kembali mengangguk “Hm, memang begitu”

 

Aku kembali mendengus “Huh, kau benar-benar memiliki kepribadian yang aneh. Merasa dirimu begitu hebat hingga setiap orang yang melihatmu bisa langsung terpukau. Sepertinya pikiranmu itu salah, karena aku tidak merasa seperti itu ketika aku melihatmu” kataku lagi.

 

Kim Bum ikut mendengus “Kau bisa berkata seperti itu karena kau tidak pernah merasakan bagaimana rasanya bila dalam satu hari ada begitu banyak orang yang menyatakan perasaan kepadamu dan kau harus menjawabnya satu persatu. Aku cukup yakin perempuan bermasalah sepertimu tidak pernah merasakannya” sindirnya

 

“Hoho, kau meledekku? Kau pikir tidak pernah ada satu pria pun yang menyukaiku?” ujarku

 

dia kembali mengangguk. Cih, pede sekali orang ini “Kau menantangku?” tanyaku kesal

 

“Kalau ada yang menyukaimu, itu tidak ada hubungannya denganku. Silakan saja kalau kau mau berusaha sendiri untuk membuat laki-laki suka padamu. Untuk apa juga aku menantangmu? Tidak ada hubungannya denganku. Terlebih lagi, itu akan memperbanyak kesempatanmu menemuiku yang sangat ingin kuhindari” ujarnya dan mulai berdiri.

 

Aku masih menatapnya dengan kesal. Sombong sekali orang ini, hanya  karena dia tampan dan pintar, apa menurutnya semua perempuan bisa bertekuk lutut padanya? Cih, jangan harap aku akan begitu.

 

Dia tiba-tiba berbalik menghadapku lagi, dia menunjuk map kuning yang kini sudah ada di hadapanku itu “Jangan sampai hal seperti itu terulang lagi, aku tidak peduli kau sengaja atau tidak, tapi kuharap ini bisa jadi pertemuan terakhir kita” katanya.

 

“Apa kau pikir aku juga berharap untuk bisa menemuimu lagi? tenang saja, itu tidak akan kulakukan” ujarku ketus.

 

“baguslah” gumamnya dan kembali berjalan menjauhiku

 

******

 

“Oh, jadi orang yang bernama Kim Bum itu seperti itu ya?” tanya Chae Won setelah aku selesai bercerita tentang kejadian yang kualami minggu lalu, selama dia tidak masuk.

 

Aku mengangguk kesal dan kembali menyedot minumanku “Hm! Menyebalkan benar orang itu, sombong dan percaya dirinya berlebihan!” ujarku berapi-api

 

Chae Won tertawa pelan menanggapi sikapku. Aku menatapnya heran “Ini tidak lucu, Chae Won-ah” ujarku sinis.

 

Chae Won tersenyum dan mengangguk-ngangguk “Hm, memang tidak lucu. Tapi mendengar celotehanmu barusan, aku jadi penasaran dan ingin melihat sendiri bagaimana orang yang namanya Kim Bum itu. menurutku sifatnya itu keren” ujar Chae Won santai.

“Ha-ha, keren? Seleramu aneh, Chae Won-ah” kataku pelan.

 

Chae Won kembali tertawa, aku jadi kesal karena dia meledekku terus “Aish, Chae Won-ah, berhentilah!” rengekku. Chae Won pun langsung diam tapi ekspresinya masih tetap seperti menahan tawa “Miyanh, habis wajah kesalmu itu lucu, Sso-ah” katanya. Aku mencibir dan itu membuatnya kembali tertawa.

 

“Oh, iya. Kau lihat tidak pengumuman di papan pengumuman?” tanya Chae Won setelah tawanya berhenti.

 

Aku berpikir sejenak lalu menggeleng “Tidak, aku tidak melihatnya. Aku sebetulnya mau melihatnya kemarin, tapi karena ramai dan si Kim Bum itu menabrakku, mood-ku untuk melihat pengumuman itu hilang seketika.” Jawabku, Chae Won mengangguk-ngangguk. “Memangnya kau tahu itu apa?” lanjutku.

 

Chae Won mengangguk sekali “Hm. Aku baca tadi pagi, sebentar lagi akan ada penilaian untuk fakultas kedokteran oleh orang asing, seperti tahun lalu. Tahun ini kampus kita juga akan dites fakultas kedokterannya berdasarkan teknologi yang kita pakai, kelengkapan alat kedokteran dan hal-hal lain yang berhubungan dengan kedokteran begitulah!” jelasnya.

“Hm… kalau begitu tidak ada hubungan dengan kitakan?” tanyaku.

 

Chae Won menggeleng “Ada! Dari hasil tes kemarin, sepertinya anak-anak fakultas kedokteran tahun ini banyak yang jelek tata bahasa asingnya, jadi katanya sih akan ada beberapa anak fakultas bahasa yang diambil untuk membantu anak-anak fakultas kedokteran saat hari penilaian nanti. Di pengumumannya, hari penilaian itu masih cukup lama, tapi akan segera diadakan persiapan secepatnya. Makanya sudah diumumkan sekarang” lanjut Chae Won

 

Aku kembali mengangguk-ngangguk tidak peduli dan mengaduk-ngaduk gelas minumanku “Oh, begitu” kataku singkat

 

Chae Won menatapku dengan aneh, aku balas menatapnya dengan aneh juga “Ya! Waeyo? Kenapa kau memandangku seperti itu?” tanyaku

 

“Apa tanggapanmu Cuma seperti itu saja?” tanyanya, aku mengangguk “Kau seharusnya mulai bersiap-siap, Kim So Eun!” lanjutnya.

 

Aku langsung tersedak “Kenapa aku harus siap-siap? Memangnya aku akan dipilih?” tanyaku.

 

Chae Won mengangguk pasti “Hm! Tadi pagi, waktu kau belum datang aku bertemu dengan Hwang Son Hee- kyosunim dan dia bertanya kau sudah datang atau belum dan memintaku untuk menyuruhmu pergi menemuinya begitu kelas selesai, tapi tiba-tiba dia bilang tidak usah. Bisa jadi dia sedang memutuskan untuk memakaimu atau tidakkan? Apalagi waktu tes terakhir, kau dapat nilai bagus dan dia memujimu. Kenapa tidak? lebih baik kau bersiap-siap dari sekarang, Sso-ah” kata Chae Won mengingatkan

 

Aku mencibir “Kuharap tidak, karena kejadian minggu lalu, aku sepertinya cukup trauma berhubungan dengan anak kedokteran” kataku.

 

Chae Won mencibir “Cih, lihat saja nanti” gumamnya.

 

“Kim So Eun!” panggil seseorang di belakangku, aku menoleh “Ya?” tanyaku. “Son Hee- kyosunim memanggilmu dan menyuruhmu datang ke ruangannya” jawab anak itu.

 

“Eh?” tanyaku kaget, aku tidak salah dengarkan? Aku memandang sinis Chae Won yang tampak seperti menahan tawa di sampingku.

 

“Benar kanapa kataku?” ujarnya sambil menjulurkan lidah. Aku menggigit bibirku dengan kesal dan berdiri. Dengan niat tidak ikhlas sepenuhnya, aku berjalan menuju ruangan Son Hee- kyosunim, professor bahasaku itu. kuharap dia tidak memanggilku karena hal yang baru dikatakan Chae Won barusan

 

********

 

Sialnya, apa yang dikatakan Moon Chae Won sahabatku itu benar. Profesorku itu memilihku untuk ikut membantu keterbatasan anak-anak fakultas kedokteran. Malangnya aku! ~_~’’

 

Yang lebih parahnya lagi, orang yang menjadi tanggung jawabku adalah…

 

“Kim Bum-ssi” desisku ketika melihat orang itu sudah berada di hadapanku.

 

“Kau lagi?” ujarnya sama tidak ikhlasnya denganku.

 

Dia baru mau membuka mulut, tapi aku langsung mengacungkan jari telunjukku ke bibirnya, menyuruhnya diam “Aku benar-benar tidak sengaja! Ini bukan keinginanku dan aku benar-benar tidak mengetahuinya!” ujarku meyakinkannya.

 

Dia menyingkirkan tanganku, masih menatapku tidak yakin “Jinja?” tanyanya. Aku mengangguk pasti.

 

Dia mendesah “Kuharap aku bisa mempercayai perempuan bermasalah sepertimu. Tapi, kalau kau sampai dipilih, kau cukup pintar ya untuk ukuran orang yang mempunya masalah hidup?” sindirnya kemudian dia mengangguk-ngangguk “Satu lagi yang kuharapkan adalah hubungan kita tidak akan lebih dari tutor dan murid” lanjutnya.

 

Aku mendengus “Tenang saja, aku juga tidak mau berhubungan dengan laki-laki sombong, tidak tahu sopan santun, jahat kepada wanita, sok dan merasa hebat untuk masuk ke dalam hidupku dan menyeretnya ke dalam masalahku. Laki-laki seperti itu benar-benar tidak bisa diandalkan dan yang ada memperpanjang masalahku” sindirku tak kalah sengit.

 

“Huh, laki-laki sombong, tidak tahu sopan santun, jahat kepada wanita, sok dan merasa hebat ini juga tidak mau berhubungan dengan perempuan pelupa, lemah, agresif kepada pria, manja dan yang paling penting, bermasalah” balasnya

Mwo?! Manja? Apa maksudmu?” kataku.

 

“Sudahlah, tidak penting. Sekarang apa yang ingin kau lakukan?” tanyanya

“Tentu saja kita harus ke perpus, meminjam beberapa buku yang mungkin berguna” jawabku dan mulai berjalan menuju perpustakaan, Kim Bum mengikutiku di belakang. Hah, hari-hari ku yang seperti neraka ini akan bertambah panjang dan menyusahkan =_=’’

 

*******

 

Hari ini akan ada pengajaran langsung dari salah satu profesor bahasa, Park Min Young. Min Young- kyosunim adalah salah satu profesor favoritku. Dia masih muda, baik dan yang paling penting, tidak pelit memberi nilai. Tidak seperti kebanyakan profesor tua lainnya, dia jauh lebih pengertian.

 

Anak-anak dari fakultas bahasa dan kedokteran yang dipilih menunggunya di satu kelas yang akan dipakai khusus untuk pelatihan ini. Aku memandang sekeliling, sudah cukup ramai juga, mungkin sebentar lagi akan dimulai

 

“Ya! berhenti celingak-celinguk! Seperti orang kampung saja” desis seseorang di sampingku.

 

Aku memandangnya dengan kesal “Kim Bum-ssi, apa maksudmu ‘orang kampung’?” tanyaku kesal

 

Dia balas menatapku dengan kesal juga “Aish, diamlah!” ujarnya. Aku mendengus dan mengalihkan mataku darinya. Sudah beberapa hari aku menjadi guru pembimbingnya, dan sikapnya untuk ukuran murid sangat menyebalkan. Dia memang bisa mengerti semua yang kuajarkan dengan cepat, seolah-olah semua kata-kataku itu langsung masuk begitu saja ke dalam kepalanya. Tapi gara-gara itu, dia jadi makin sombong dan kurasa sifat aslinya mulai keluar.

 

“Ya! apa Cuma ini yang bisa kau ajarkan padaku? Kalau begini masih lebih baik aku belajar sendiri” kata-katanya yang barusan itu benar-benar pintar membuat orang patah semangat. Semua guru memang menginginkan yang terbaik untuk muridnya, tapi semua guru juga tidak pernah inginkan, direndahkan oleh muridnya?

 

Min Young- kyosunim masuk ke kelas, pertanda kalau kelas akan dimulai. Kulihat Kim Bum yang sejak tadi duduk diam sambil bertopang dagu dengan lemas dan tidak ikhlas mengikuti kelas ini, langsung duduk tegak begitu Min Young- kyosunim masuk. Apa dia tegang?

 

“Tenanglah, profesor ini baik kok” bisikku. Dia tidak menatapku sama sekali dan langsung berujar “Aku tahu”. Matanya seperti tidak bisa berhenti memandang ke depan kelas. Kupikir dia sedang fokus melihat papan tulis, tapi waktu kuikuti arah matanya, tatapannya itu ternyata tidak fokus pada papan tulis. Melainkan objek lain yang ada di situ juga, profesor yang mengajar kami itu. matanya seperti terkunci kesana, dan dia seperti tidak bisa melepaskannya.

 

Bahkan di tengah pelajaran pun, matanya tetap terkunci pada sosok Min Young- kyosunim yang sedang mengajar. Aku memandangnya terus-terusan, bahkan dia tidak merasakannya sama sekali.

 

“Apa yang kau catat hari ini?” tanyaku padanya ketika kelas selesai. Dia memutar kepalanya secara otomatis “hm? Apa yang kau katakan?” ujarnya. Matanya memang menatapku, tapi aku cukup yakin otaknya tidak fokus dengan apa yang ku katakan.

Aku mendesah “Kau tahu sikapmu itu seperti patung? Hanya bertopang dagu dan memandang Min Young- kyosunim tanpa henti seperti kau ingin memakannya saja” cibirku

 

Aku mendapat perhatiannya, sepertinya menyebutkan nama Min Young- kyosunim itu berpengaruh besar padanya “Aku melihat Min Young- kyosunim terus?” tanyanya tidak percaya sambil menunjuk dirinya sendiri. “Yang benar saja” lanjutnya sambil mendengus.

 

“Memang benar kok. aish, tidak usah mengelak. Kau menyukainya ya?” tebakku sok tahu.

 

Dia diam tidak menjawab pertanyaanku. Apa dia serius? Padahal niatku hanya main-main saja, tapi sepertinya dia menanggapinya dengan cukup serius. “Ya! kau serius menyukai Min Young- kyosunim?” tanyaku.

 

Kim Bum masih tidak menjawab pertanyaanku. Ya, ya, dia serius ya?

 

“Sebaiknya kau buang saja harapanmu! Min Young- kyosunim kan sudah pacaran dengan Yoochun- kyosunim, salah satu profesor bahasa yang baru” kataku.

 

Kim Bum langsung menatapku tajam, membuat langkahku terhenti. Aku cukup kaget bahwa tatapannya itu hampir serupa dengan tatapan yang sering kudapatkan dari Oppa apabila dia sudah benar-benar marah

 

“Apa aku bilang kalau aku menyukainya?” tanyanya tajam. Sepertinya dia jadi cukup tersinggung. Aku memandangnya ragu “Ah, miyanh, aku tidak bermaksud untuk membuatmu merasa tidak nyaman tapi….”

 

“Aku sudah mengatakannyakandari awal, bahwa hubungan kita tidak lebih dari guru dan murid?” potongnya. Aku memandang ke bawah dengan ragu, sepertinya dia benar-benar tersinggung.

 

“Apa kau sekarang sedang berusaha membuatnya lebih dari sekedar hubungan itu? dengan bersikap seolah-olah kau mengerti?” lanjutnya “Kuharap tidak” gumamnya dan langsung berjalan pergi meninggalkanku sebelum aku sempat mengatakan apapun.

 

“Aku tidak berharap lebih dari hubungan itu kok” gumamku, tapi aku yakin percuma. Karena dia sudah sangat jauh saat itu untuk mendengar gumamanku.

 

******

 

 

“Sso-ah, hari ini aku duluan lagi ya? aku ada jam kerja habis ini” kata Chae Won padaku saat kami berdua berjalan keluar kelas

 

“Lagi?” tanyaku. Chae Won memasang senyuman menyesal “Miyanh, aku menambah beberapa jadwal kerjaku” ujarnya.

 

Sudah seminggu ini aku tidak pernah bisa pulang dengannya lagi. bukan hanya itu saja, kadang aku juga Cuma bisa menemuinya saat di kelas, begitu kelas selesai, dia langsung pulang karena harus bekerja. Aku jadi kesal juga karena tidak ada teman, tapi apa boleh buat, itu memang sudah tanggung jawabnya

 

Aku mengangguk dan tersenyum “Baiklah, tapi jangan sampai sakit ya? semester ini pasti akan jauh lebih berat untukmu” kataku prihatin.

 

Dia balas tersenyum “Memang berat, tapi aku menikmatinya. Tenang saja, aku juga akan menjaga kesehatanku” katanya.

 

Himnesaeyo, Moon Chae Won! Kalau kau lelah lebih baik istirahat dulu, biar aku saja yang mencatat pelajaran untukmu atau mengisikan absenmu. Dan yang paling penting jangan lupa makan. Kau mungkin berjanji untuk menjaga kesehatanmu, tapi itu akan percuma kalau kau tidak makan. Dan jangan cuman makan ramen! Aku tidak suka itu! Makanlah nasi dan sayur banyak-banyak, jangan terlalu menghemat sampai tidak membeli daging. Kau juga butuh banyak protein. arasso?!” ocehku panjang lebar.

 

Chae Won tertawa “Arassoyo, So Eun Eomma! Aku tidak akan lupa itu” jawabnya. aku ikut tertawa “Sudah ya, aku pergi dulu” ujarnya sambil berjalan menjauhiku.

 

Aku melambaikan tanganku dan mulai berjalan ke arah berlawanan. Hari ini aku tidak ada jadwal mengajar seseorang sama sekali. Sebetulnya sejak minggu lalu, setelah aku mengatakan kata-kata itu, dia jadi terkesan mendiamiku. Bahkan ketika aku sedang memberikannya pelajaran. Mungkin seharusnya aku tidak mengatakan hal itu kemarin.

 

Dan berhubung aku benar-benar tidak ada jadwal, pulang ke rumah adalah satu-satunya pilihanku. Mau atau tidak, aku tidak tahu harus ke mana lagi kalau sendirian.

 

Sampai di kamar, aku langsung menjatuhkan diriku ke kasur seperti biasa. Menatap langit-langit kamarku dengan kosong dan diam. tidak ada satupun hal yang bisa membuatku lebih baik sekarang.

 

Aku melangkah ke meja belajarku, membuka salah satu laci dan mengeluarkan sebuah map kuning. Kalau sesuatu yang ada di dalam sini kuselsaikan, apa aku bisa merasakan setidaknya satu hal yang terasa baik? Sampai detik ini pun aku masih ragu, apa ini benar-benar hal yang seharusnya kulakukan? Karena belum memutuskannya, aku kembali memasukannya ke dalam laci dan memutuskan untuk terus menyimpannya. Tanpa mengetahui ini adalah awal masalah baruku dan menambah rentetan penderitaanku.

 

******

 

 

satu-satunya hal yang bisa kulakukan untuk mencari alasan tidak berada di rumah adalah berada di perpustakaan. Membaca atau mencatat sesuatu yang penting dan tidak penting, mencari-cari kesibukan yang bisa kulakukan disana. Selama aku kuliah di sini, hampir setiap malam selalu kuhabiskan di sini jika tidak sedang bersama Chae Won.

 

Bukannya aku tidak mau pergi ke café-café atau mall, atau tempat-tempat semacamnya. Aku sudah pernah bilangkankalau hampir sebagian besar orang jahat diAsiatimur mengetahui siapa aku –atau lebih tepatnya, siapa ayahku-. Untuk menghindari pertemuan menjengkelkan dengan orang seperti itu dan menghindari setiap tatapan tajam Oppa yang sudah pasti akan kudapatkan begitu aku berada di rumah, lebih baik tidak melakukannya.

 

Hari ini pun begitu, aku menghabiskan waktuku sampai malam di perpustakaan. Sampai hampir tiba waktunya kampus akan ditutup. Dan begitu Ahjussi yang bertugas menjaga perpustakaan ini menyuruhku pulang, barulah aku keluar.

 

Aku berjalan menuju tempat parkir di mana 4 orang menjengkelkan itu menungguku dengan lesu. Kupikir tinggal aku saja yang masih berada di sini, rupanya tidak. ketika aku berada di luar gedung, aku melihat Min Young- kyosunim bersama dengan seorang laki-laki yang kukenal, Kim Bum. Entah kenapa aku merasa seperti mereka sedang ribut atau mungkin sedang ada masalah. karena penasaran, aku berjalan mengendap-ngendap mendekati mereka dan bersembunyi di salah satu pohon yang jaraknya cukup dekat untuk mendengar pembicaraan mereka.

 

“Bum-ah, kau sudah melakukannya selama 1 minggu ini tanpa henti. Dan aku sudah mengatakannya bahwa aku tidak bisa menerimanya” ujar Min Young- kyosunim

 

“Apa aku benar-benar terlihat seperti anak kecil bagi anda?” tanya Kim Bum putus asa

 

Min Young- kyosunim mendesah pelan sambil menyelipkan sebagian rambut yang menutupi wajahnya ke belakang telinga, terlihat lelah “Aku sudah menjadi gurumu sejak sekolah menengah. Dan sampai sekarang aku masih gurumu dan akan tetap jadi gurumu. Aku tidak menganggapmu anak kecil, hanya saja…”

 

“Apa anda takut padaku? Karena tahu siapa aku, apa karena itu anda tidak bisa menerima benda ini?” potong Kim Bum putus asa. Entah kenapa, menatapnya seperti itu, aku jadi merasa kasihan padanya. Apa dia sudah menyukai kyosunim sejak lama?

 

Min Young- kyosunim kembali mendesah pelan “Bukan begitu. Sekalipun aku tidak takut, kau masih tidak bisa melakukannyakan? Keluargamu ‘tidak akan’ pernah menerimanya.” Ujarnya. Oh… hubungan mereka dilarang orang tua Kim Bum ya? pikirku sok tahu

 

Kim Bum tampak seperti menyerah, dia memandang pasrah benda yang tengah digenggamnya sejak tadi, kotak….cincin? “Kalau begitu kyosunim cukup menerimanya sebagai hadiah pernikahan anda dengan pria itu” katanya

 

“sebatas itu pun aku tidak bisa menerimanya. Kenapa tidak kau berikan saja itu kepada gadis yang kau sukai?” tanya Min Young- kyosunim

 

Kim Bum mendengus pelan “Anda mengatakannya bahkan ketika anda tahu kalau aku tidak bisa menyukai seorang perempuan mana pun yang mengenalku” gumamnya pelan.

 

Min Young- kyosunim kelihatan merasa bersalah “Miyanh, Bum. Maksudku…” belum sempat dia menyelsaikan kata-katanya, Kim Bum sudah menyelipkan kotak cincin yang dipegangnya itu ke tangan Min Young- kyosunim dengan paksa dan langsung berjalan ke arah pohon tempatku bersembunyi. Aku panik dan membalikan tubuhku, berusaha merapatkan tubuhku agar tidak terlihat.

 

Aku masih bisa mendengar suara Min Young- kyosunim mengejar Kim Bum menolak pemberiannya “Ya, Kim Sang Bum! Aku sudah bilangkanaku tidak bisa menerimanya? Kenapa kau…” kalimatnya terputus oleh bentakan seseorang yang membuatku benar-benar tersentak dan membalikan tubuhku secara otomatis agar aku bisa melihat kejadian itu.

 

“Apa anda tidak bisa hanya sekedar menyimpannya saja? Kalau anda ingin aku berhenti melakukannya, simpan itu agar aku bisa melupakan anda dan tidak lagi mengganggu kehidupan anda!” bentak Kim Bum membuat Min Young- kyosunim sama tersentaknya denganku dan terdiam “Atau… itu membebani anda?” lanjut Kim Bum pelan.

 

Hal yang berikutnya yang tidak kusangka adalah, Min Young- kyosunim balas membentaknya juga. Sebuah hal yang baru untukku melihat professor yang terkenal tidak mudah marah itu membentak seseorang

 

“Ya! aku merasa terbebani. Bahkan hanya menyimpannya saja aku tidak bisa!” teriaknya. Dia menjatuhkan kotak cincin pemberian Kim Bum “Tolong, pergi dan lupakan aku, Kim Sang Bum. Aku bukan wanita yang bisa mengerti keadaanmu dan hidup dalam duniamu. Carilah…carilah perempuan yang mencintaimu dan bisa mengerti keadaanmu juga” lanjutnya.

 

Jebal!” kata Min Young- kyosunim terakhir kalinya sebelum pergi meninggalkan Kim Bum yang berdiri kaku dengan ekspres terluka.

 

Aku ingin pergi dari situ. Aura suasananya saja tidak nyaman, tapi kakiku ikut membeku dan membuatku tidak bisa berjalan. Aku tidak bisa berhenti menatap Kim Bum yang tengah berdiri kaku tidak jauh dariku itu. melihat ekspresi terlukanya, entah kenapa aku juga ikut merasa… sakit?

“Kenapa kau belum pergi dari situ, Kim So Eun?”………

 

 

To Be Continued

 

 

Aneh ya? sebelumnya miyanh, ini cuman author buat dengan bermodal nekat dan gak tahu apa-apa. Apalagi masalah yang program perlindungan saksi itu. awalnya author tahu itu dari Conan, hehe. Kalau ternyata itu salah besar, miyanh ya. gak papa kan? Lagian ini juga cuman fiksi dan berasal dari khayalan 100%

Don’t forget to leave a comment, critical and suggestion for me, Chingu

See you and Gomawo all!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

 

Facebook: Ashilla Chalpia

Twitter: @achalpia

Tags: , , , ,

21 responses to “Can’t I Love You? (1st)”

  1. DHiyah Zt DoUx says :

    siapa bilang ff ini aneh ?? g kok …
    ini tuch bgus bgt x …
    q ska jLan crita y ,, ni membuat q srsa nNton drama beneran …
    *ok ni Lebay ,, tp ini knyataan ^^*

    cpet d Lnjut ea cinn ,, q g sbar bca part brkut y … ^^

  2. evi says :

    keren banget FF nya..
    penasaran ama cerita selanjutnya. jangan lama” ya updatenya
    hoho

  3. Maria Sativa says :

    keren koq gx aneh….
    q tnggu ff slnjt nya….

  4. AnnisaHourai says :

    Omo keren bgt ceritax, smpai aku merasa jadi bagian dlm cerita. Ikutan tegang 😛
    jdi nanti sad ending ya 😦
    Alur ceritax menarik, bhsa yg digunakn jg gmpang dimengerti 😀

    10 jempol buat author… Pokokx hrus dilanjutin thor *maksa*

  5. SaRy aj0w says :

    BaguuuuuuuuuuuuuuuuuuuZZZZ bangeeeeeTTT..
    AQ sukaaaaaaaaaaaaaaKKKK..
    Walaw agak nyesek liat Kim Bum suKa ma tu profesoR..
    aaaaaahhh lanjudKan thoR!! FigHtiiiingg!!

  6. onkyu says :

    keren banget ff na chingu….. lanjut ea…..
    sukaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

  7. larasrahma says :

    keren bgt keren authoooorrrrr haha 😀
    aaa bener bener deh bagus

    oh disini beom suka sama min young kyosu-nim yaa
    knp gak sama sso aja haha
    wah itu gaib bgt beom bisa tau sso dibelakang pohon wkwk

    ditunggu part selanjutnya 😀

  8. ambar says :

    Ff’nya kueren buanget. . . .q brasa ntn vilm/drama bnran,wlu puanjang g brasa coz q trlarut bngt ma critanya*pngene tmbh pnjang lg*
    Miris bngt khidupan so eun sbgai anak mafia,,kyaknya kim bum jg punya ltar blakang sprt so eun ya kok park mim young skp’nya aneh gtu??
    Q suka bngt next part dtgu y*hrus cpt*

  9. july says :

    setelah sekian lama q menunggu ad jga FF bru d’sini#lebay
    aaa keren ceritanya chingu,gag aneh kog..
    Malahan bgos..
    Q suka bnget..
    Next part jgn lama” ea chingu;D

  10. Helda wati says :

    Keren bgt cih ff.y, cpatan dilanjt 🙂

  11. bisma luphz bumsso says :

    kereeeen,,,,…
    lanjutinnya cpat yh……
    bgus crita n konfliknya, pnsran……!!

  12. djkyussoloverz says :

    yaaaa cinguu pnjgn pa crita x bguuuuuzzzz bgt sumpah ngeri pas so eun eouni nusuk tangan x n bum oppa sll z suka ma yg lbih tua alias tante-tante huuuuuu pdhl da yg lbih cntik yaitu so eun eouni ya iyalaaaaaaah…….!!!!! ditggu part slnjt x jgn lama-lama cz bikin mati pnasaran lok lamaaaaaaaaaa!!!!!!!!!!! yaaaaaa……..yaaaaaaaa………>>>>>!!!!!!!

  13. mifta says :

    waaahhh… keren banget !!!
    lnjutannya d tnggu thor, jgn lma2 y…

  14. nice says :

    sumpah keren banget… cepat dipulish lg ya, dah gak sabar ni…..

  15. Nura Nury says :

    waw………cerita.a debak keren sangat,q suka bnget sma jalan cerita.a
    jangan lama2 kelanjutan.a

  16. rizkyapratiwi says :

    waaahhh … ceritanya keren banget
    sebenernya kim bum itu dari keluarga mana sihh? kok dri arah pembicaraan kim bum sm min young. kim bum tuh sm kyk so eun ya????

    mungkin tapi gk tau juga denk
    lanjuuut thor

  17. nda_jlek says :

    suka bangett, lanjutkan cepat2 y thor .. hehe

  18. leuni says :

    keren, seru n sedih jg
    kim bum n kim so eun berantem mulu.
    ya..kb sk ma guru’a, jd ngat hearstrings (yonghwa sk ma dosennya).
    dtgu lanjutannya………

  19. zaemy oriezatifan says :

    waah nice bnget story ny
    keren 😉

  20. kimhyeeun01 says :

    kereeen bgd….q gg bs br kt2 xixixixi

  21. RainNy_SalLang says :

    yaa…keren bget.. smga part slanjutnya bsa lbih baik hub bumsso nya..

Leave a reply to AnnisaHourai Cancel reply